Seberapa Bangga Menjadi Nelayan

Satu kesempatan saya mengunjungi satu kawasan nelayan. Sebenarnya bukan tempat yang asing. Banyak tempat yang sudah saya kunjungi dengan berbagai tujuan. Terutama kawasan nelayan kecil, jika ada kesempatan dikunjungi sebagai tempat untuk belajar. Sama seperti …

Satu kesempatan saya mengunjungi satu kawasan nelayan. Sebenarnya bukan tempat yang asing. Banyak tempat yang sudah saya kunjungi dengan berbagai tujuan. Terutama kawasan nelayan kecil, jika ada kesempatan dikunjungi sebagai tempat untuk belajar. Sama seperti kehidupan darat, kondisi di laut dan pesisir juga banyak kerumitan dan kesulitan yang mereka hadapi. Mereka menghadapi banyak masalah, dari yang sederhana hingga yang kompleks. Ada yang mampu disampaikan kepada orang lain, tapi tidak sedikit yang hanya dipendam dalam batin mereka. Untuk masalah yang serius, bisa jadi dilihat orang sebagai hal yang sederhana. Begitu juga sebaliknya, ada yang terlihat serius di mata kita, mereka bisa menyelesaikan secara sederhana.

Siapa nelayan itu? Dulu di televisi nasional selalu ada iklan yang diputar-putar. Isinya sepucuk lagi yang mengungkapkan terima kasih kepada nelayan. Sama seperti kita berucap terima kasih kepada petani. Nelayan yang mengirim protein dan bahan makanan bagi kita. Dengan berbagai keadaan, kebutuhan publik ini dipenuhi. Tidak saja soal pendapatan dan pemasukan. Bahwa nelayan akan mendapat hasil dari keringat. Lebih jauh apa yang mereka dapat, harus dilihat sebagai ruang pemenuhan kebutuhan kita. Dengan melihat posisi ini, maka kita bisa menghargai keberadaan orang-orang yang berusaha keras tersebut.

Yakinlah tidak semua orang bangga menjadi nelayan. Tidak semua orang merasa profesi nelayan itu sebagai tujuan, melainkan karena kebutuhan. Mereka membutuhkan materi untuk membiayai kehidupannya, dan kebetulan ruang laut ini memberi alternatif solusi untuk itu. Ada orang yang hatinya tidak di sana. Bisa dibayangkan melakukan sesuatu pekerjaan hanya untuk menutupi berbagai kebutuhan, namun tidak dilakukan dengan segenap jiwa dan raga. Kondisi semacam ini tidak hanya ada dalam profesi nelayan. Banyak profesi lain yang seperti itu. Petani yang tidak bahagia menjadi petani juga ada. Guru yang hanya sebatas ingin menjalankan kewajiban. Dosen yang tidak membawa lahir dan batinnya saat menjalankan tugas. Jadi semua tempat selalu saja ada orang yang tidak melakukan profesinya dengan sepenuh hati.

Saya ingin belajar dari nelayan yang menganggap laut sebagai bagian kehidupannya. Menjaga laut, bagi orang semacam ini, tidak sebatas hanya untuk memenuhi kebutuhan, tetapi sebagai cermin dari ketaqwaan kepada Pencipta. Laut yang di dalamnya tersedia berbagai sumber daya, harus dibalas dengan sikap menjaga dari pelakunya. Menjaga keberlanjutan laut sebagai bagian dari menjaga titipan Pencipta bagi kita. Ada orang-orang kecil yang memegang konsep hidup demikian secara ketat. Sebagian mereka tidak penting berapa pendapatan, namun mengambil apa yang disebut rezeki dengan bersahaja dan perhitungan yang matang, harus mereka lakukan. Pola-pola hidup berkelanjutan ini bahkan dilakukan dengan semangat baja. Tidak kenal lelah. Kita tidak menemukan semua semangat itu dari semua wajah nelayan.

Leave a Comment