Saya kita menyebut undang-undang ini sebagai “bukan undang-undang biasa”, adalah sebutan yang tidak berlebihan. Ia undang-undang penting yang dibentuk dengan latar belakang yang penting. Konflik Aceh lebih 30 tahun dicantumkan secara eksplisit dalam kondiseransnya. Maka keberadaan UUPA tidak bisa disamakan seperti melihat undang-undang yang lain.
Karena bukan undang-undang biasa, UUPA bisa dimaknai secara khusus. Secara akademis, memang ada debat antara memorandum of understanding (MoU) sebagai dasar dari pembentukan suatu legislasi dengan undang-undang yang dilahirkan. Inilah yang unik dari UUPA yang lahir dari MoU yang diteken di Helsinki.
UUPA adalah teks hukum, sedang MoU adalah pegangan untuk mengukur sejauhmana teks hukum itu bisa berjalan sesuai konsensus yang disepakati kedua pihak.
Dalam perspektif di atas, tidak mungkin memisahkan UUPA dari MoU, karena keduanya saling berkaitan. UUPA lahir karena konsensus yang disepakati dalam MoU. Namun MoU tidak bisa dijadikan alat yang operasional dalam menyelesaikan berbagai persoalan hubungan Aceh-Jakarta, makanya disepakati UUPA.
Untuk berbagai kepentingan itulah, menyebut UUPA sebagai proyek melawan lupa, juga bisa sangat penting. UUPA tidak sekedar lagi hanya sebagai konsensus politik yang penting bagi Aceh dan Republik. Lebih dari itu, ia menjadi pencatat dan penawar konflik yang berdarah-darah selama puluhan tahun. Melawan lupa ini yang harus dijelaskan kepada generasi-generasi berikutnya.
Sebagai sebuah proyek melawan lupa, selain sebagai konsensus, langkah untuk menghindari tidak terulangnya konflik, merupakan titik penting pesan bagi generasi mendatang. Sudah cukup nyawa dan darah ketika konflik.
Jangan biarkan bertambah lagi ada anak-anak yatim dan janda karena ada yang meninggal dunia dicatat setiap harinya.
Bagi saya, semua hal itu sangat penting diingatkan terus-menerus. Dengan demikian, saat sampai pada momentum lahirnya UUPA, tidak sekedar ia dibaca sebagai satu undang-undang yang mengatur kekhususan bagi Aceh, melainkan jauh melampaui itu. Ia menjadi alat bagi penyelesaian konflik. (”Masih Pentingkah UUPA?”, Serambi, 18/8/2021).