Tertib

Ada satu tugas yang menyebabkan saya harus berada di hotel ini. Letaknya persis di pinggir jalan. Salah satu hotel mewah di sini. Sehingga jika ada kegiatan yang dianggap penting dan melibatkan orang-orang penting, banyak yang …

Ada satu tugas yang menyebabkan saya harus berada di hotel ini. Letaknya persis di pinggir jalan. Salah satu hotel mewah di sini. Sehingga jika ada kegiatan yang dianggap penting dan melibatkan orang-orang penting, banyak yang diadakan di sini. Dengan ketersediaan kamar yang memadai dari segi jumlah dan kualitas, pilihan tempat ini untuk kegiatan-kegiatan, bisa dipahami seiring dengan kepentingan masing-masing. Selama empat hari saya berada di hotel ini, tiap hari menyaksikan ada saja kegiatan dengan tampilan orang yang menginap berbagai rupa, wajah, dan seragam.

Ada satu tempat yang memungkinkan sejumlah hal bisa disaksikan dengan baik. Restoran. Bagi para pelanggan yang menginap, disediakan makan-minum gratis di paginya. Sebenarnya bukan gratis. Tentu manajemen hotel sudah memperhitungkan biaya yang akan dikeluarkan untuk kebutuhan makan pagi, setiap harinya. Dari kita untuk kita, yang sudah dihitung dari biaya seluruhnya yang dikeluarkan.

Restoran itu pada dasarnya tempat makan. Rata-rata hotel menyediakan makanan untuk dipesan secara khusus, baik ke masing-masing kamar, atau mendatangi tempat sebagai posisi restoran tadi. Tapi keadaan ini juga berkembang lebih lebar. Sejumlah hotel lalu menyediakan layanan juga untuk pengunjung yang bukan tamu inap. Jadi siapa pun, ingin menikmati makanan hotel, juga tersedia, dengan berbagai variasi harganya. Toh ada saja orang yang menggunakan hari libur, misalnya, berekreasi di tempat semacam ini.

Di restoran saat pagi, saya bisa menyaksikan banyak hal. Tidak kita jumpai banyak tamu hotel, di jam dan area yang lain. Dengan kepentingan makan pagi yang waktunya sudah dibatasi, memungkinkan kita melihatnya. Dengan berbagai tingkat dan cara. Berbagai latar belakang lalu berkumpul di tempat makan, dengan keadaan masing-masing. Semua terlihat di restoran hotel ini.

Bagi saya, perjalanan ke sini pun bukan mudah. Harus berganti pesawat, lalu dilanjutkan dengan naik feri –kapal penyeberangan khusus di selat. Feri pada dasarnya kapal yang memiliki bagian buritan dan lambung, dan memiliki akses untuk dapat menaikkan dan menurunkan penumpang, barang, dan kendaraan. Untuk sampai di tempat ini, sebenarnya ada jalur ringkas dan pendek, tapi sudah tidak tersedia lagi pesawat. Saya kira banyak lokasi di negara ini yang demikian. Ada tempat yang pernah berkembang pesat, lalu tiba-tiba tenggelam. Semula banyak jalan dan alat transportasi, seiring dengan menurunnya pendapatan, jumlahnya akan berkurang hingga tidak tersedia lagi sama sekali.

Untuk tempat yang berpulau-pulau, selain kapal dan feri, juga tersedia pesawat-pesawat perintis untuk ukurannya kecil-kecil. Dengan luas dan panjang bandara yang terbatas di pulau, tidak semua jenis pesawat bisa mendarat. Tentu keadaan ini bukan sesuatu yang baru. Makanya dalam kebijakan-kebijakan, tempat semacam ini akan disebut sebagai tempat terluas yang tidak semua orang bisa menjangkau dengan mudah. Hal yang sama seperti tempat terpencil, kalau dilihat di darat.

Wallahu A’lamu Bish-Shawaab.

Leave a Comment