Totalitas

Apa Anda berpengalaman, masuk ke sebuah warung makanan atau minuman, merasakan debu menempel di gelas atau piring tempat Anda makan atau minum? Jika pernah, apa yang Anda rasakan pada waktu itu? Anda akan menegur penjual? …

Apa Anda berpengalaman, masuk ke sebuah warung makanan atau minuman, merasakan debu menempel di gelas atau piring tempat Anda makan atau minum? Jika pernah, apa yang Anda rasakan pada waktu itu? Anda akan menegur penjual? Atau langsung balik kanan, setelah membayar, tanpa menyentuh makanan dan minuman yang telah dipesan itu?

Ketika Anda berada pada lokasi yang tidak memungkinkan kita memilih, apakah kita juga memilih untuk meninggalkan tempat? Konsekuensinya, tentu saja kita tidak akan makan.

Pertanyaan ini bisa dibalik, jika yang merasakan hal tersebut adalah penjual, saat sadar menyaksikan piring atau gelas tempat menghidangkan makanan atau minuman ke pelanggan, ternyata penuh debu dan tidak layak. Apa yang akan Anda rasakan? Lalu apa yang akan Anda lakukan?

Pertanyaan yang bisa dibolak-balik ini bisa dirasakan oleh siapapun. Apalagi mereka yang selama ini tinggal di lokasi yang jalan di depan bangunannya sedang dibangun –pada saat yang sama, kontraktor yang membangun itu tidak pernah menyiram air di jalanan yang menerbangkan debu kemana-mana itu.

Saya kira banyak proyek jalan tidak mengindahkan rasa. Untuk proyek yang pelaksanaannya seperti itu, mereka seperti bukan berhadapan dengan manusia. Mereka membiarkan orang di sekitar proyek, merasakan debu berwaktu-waktu. Entah tidak ada biaya untuk melakukan penyiraman agar setiap proyek tidak menjadikan manusia lain sebagai korban.

Terserah ada atau tidak dana untuk melakukan penyiraman, dalam sejumlah kesempatan, saya menyaksikan ada saja orang-orang yang rajin dan baik hati. Mereka akan mengambil sendiri air dan menyiramnya. Mereka yang kreatif, akan merasakan kerugian yang berlipat dengan keadaan demikian, lalu berinisiatif untuk selalu menyiram dengan tenaga seadanya. Menyiapkan tenaga ekstra juga, sering-sering membersihkan gelas dan piring yang akan dihidangkan untuk tamu.

Tapi jika kembali ke pertenyaan awal, sebagai tamu, tentu kita merasa tidak nyaman. Mereka yang ingin menjaja secara sempurna untuk pelanggannya, juga tidak akan merasa nyaman. Orang-orang yang merasa saling membutuhkan, suasana yang tidak bersih, akan membuat mereka tidak berarti bagi satu sama lain. Selalu merasa ada kekurangan saat menghidangkan sesuatu itu.

Penyedia makanan, selalu ada keinginan untuk memanusiakan manusia dengan berbagai bentuk dan wujudnya. Hakikatnya selalu ada niat baik, walau bagi sebagiannya, niat baik itu akan terakumulasi ke dalam kapitalnya.

Leave a Comment