Tujuan Damai

Bukankah dalam makna seperti kolom saya kemarin, hukum itu diperuntukkan untuk damai? Semangat damai ini yang memungkinkan proses dan substansi dalam penyusunan UUPA ini berbeda dengan undang-undang lainnya. Jika ditilik lebih dalam, ada dua fase …

Bukankah dalam makna seperti kolom saya kemarin, hukum itu diperuntukkan untuk damai? Semangat damai ini yang memungkinkan proses dan substansi dalam penyusunan UUPA ini berbeda dengan undang-undang lainnya. Jika ditilik lebih dalam, ada dua fase yang menarik untuk dilihat, yakni: Pertama, fase dimana proses pembentukan UUPA yang terbilang berbeda bila dibandingkan dengan proses pembentukan UU lainnya di Indonesia. Dari awal, proses pembentukan UU ini mendapat pengawalan maksimal dari stakeholders. Beberapa ketentuan yang terjadi tolak-tarik, pada akhirnya berhasil disepakati, karena faktor komunikasi yang berjalan. Hal ini menandakan ada suasana yang terbuka ketika UU ini dirumuskan.

Pada tataran ini, keterlibatan orang dalam dan orang luar berlangsung masif. Tidak hanya orang Aceh, sebagai pihak yang berkepentingan secara langsung, melainkan mereka yang turut serta. Hal inilah yang membedakan dengan proses pembentuk-an undang-undang lainnya di negara kita.

Kedua, penting juga untuk memahami pada fase pelaksana, yang hingga sekarang masih terjadi berbagai dinamika antara tim Pemerintah dan tim Pemerintah Aceh. Satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah penegasan bahwa hukum sebagai upaya memberi jaminan bagi kelanggengan damai Aceh. Makanya berbagai dinamika terjadi sebagai sesuatu yang biasa. Atas dasar itulah, perbedaan yang terjadi bisa disikapi dengan baik, walau dalam konteks aturan pelaksana, masih ada yang belum disele-saikan hingga sekarang.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam pembentukan UUPA, tolak-tarik politik juga terjadi. Di satu pihak, kekuasaan yang dominan selalu berkaitan dengan keinginan pembentukan hukum yang menguntungkan posisi status quo. Namun di pihak lain, gelombang interaksi dengan berbagai kepentingan juga terjadi. Di sinilah tergambar bahwa konsep ”hukum sebagai sarana” bisa dibaca dengan jelas.

Hukum sebagai suatu proses juga tergambar dalam sejumlah ketentuan yang mengatur ketentuan khusus yang telah disebutkan di atas. Dalam hal ini, UUPA juga mengadopsi banyak ketentuan dari konsep ”hukum yang hidup” –walau penggunaan konsep ini bisa diperdebatkan.

Kenyataan ini tidak mungkin terjadi dengan sendirinya. Ada dasar kuat yang dibangun, yakni ”langgengnya damai”. Sejumlah prasyarat dan ketentuan pelaksanaan dari UU pada akhirnya berpengaruh terhadap sejauhmana upaya pemerintah dalam menyemangati ”kelanggengan perdamaian” tersebut bagi Aceh. Namun demikian, proses penguatan perdamaian juga dibutuhkan dari bawah, dari masyarakat.

Leave a Comment